Empat kementerian menggelasr sosilasisasi Peraturan Presiden (Perpres) No. 33 Tahun 2011 tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air (Jaknas PSDA) ini sesungguhnya telah dimulai pada tahun lalu oleh Sekretariat Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional). Kementerian yang terlibat dalam sosialisasi ini antara lain; Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / BAPPENAS, Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Kementerian Lingkungan Hidup (LH) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Program sosialisasi in disambut baik pemerintah provinsi yang berprakarsa menyebarluaskan substansi Perpres tentang Jaknas PSDA, melalui kegiatan sosialisasi dengan kelompok sasaran lingkungan internalnya. Hal itu dikatakan Ketua Panitia Khusus (Pansus) Penyusunan Jaknas PSDA – Dewan SDA Nasional, Ir. Hilman Manan, Dipl. HE yang mewakili Sekretaris Dewan SDA Nasional, saat membuka acara “Sosialisasi Perpres No. 33 Tahun 2011 tentang Jaknas PSDA" kepada wartawan di Jakarta, Selasa (29/5).
Sekretaris Dewan SDA Nasional menyatakan, bahwa kelompok sasaran yang diselenggarakan oleh Sekretariat Dewan SDA Nasional pada tahun lalu diperuntukan bagi peserta dari unsur Bappeda provinsi dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang membidangi sumber daya air dan kehutanan. Sedangkan kelompok sasaran sosialsiasi yang diselenggarakan Sekretariat Dewan SDA Nasional pada tahun ini, diutamakan untuk SKPD provinsi yang membidangi pertanian, lingkungan hidup serta beberapa kabupaten yang wilayahnya terdapat Wilayah Sungai (WS) dalam satu kabupaten/kota.
“Umpamanya saja, Kabupaten Kota Baru - Provinsi Kalimantan Selatan dan Kabupaten Ketapang - Provinsi Kalimantan Barat. Selain itu Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai tempat penyelenggaraan sosialisasi disediakan undangan peserta lebih banyak yaitu semua SKPD yang terkait dengan pengelolaan SDA,” ujarnya.
Menurut Sekretaris Dewan SDA Nasional, air sebagai sumber kehidupan berpotensi sangat besar dan sangat penting bagi kelangsungan hidup setiap individu, kelompok, desa, kota, kabupaten, provinsi bahkan negara. “Air meiliki kekuatan sangat besar yang dapat menjadi pengerak untuk memperbaiki kehidupan sosial, budaya, dan perekonomian suatu bangsa serta menjamin kelangsungan lingkungan hidupnya sendiri,” tuturnya.
Oleh karena itu, Sekretaris Dewan SDA Nasional menyebutkan, bahwa ketersediaan air menjadi salah satu prasyarat dalam pemenuhan kebutuhan pangan, kesehatan, dan sandang, serta kebutuhan papan. Meskipun saat ini Indonesia masih belum sepenuhnya memberi hak dasar rakyatnya atas air bersih apalagi air minum, tetapi telah bertekad mencatatkan diri sebagai salah satu negara yang ikut ambil bagian dalam pencapaian target Millenium Development Goal’s (MDGs).
“Sangatlah tepat bahwa negara kita harus menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi pemunuhan kebutuhan pokok minimal sehari hari guna memperoleh kehidupan yang sehat bersih dan produktif, sebagaimana telah diamanatkan dalam Pasal 5 UU No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air,” papar Sekretaris Dewan SDA Nasional.
Kebijakan PSDA Provinsi
Sementera itu dalam diskusi “Pengantar Jaknas PSDA” yang disampaikan Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional, Ir. Imam Anshori, MT menjelaskan, bahwa penyusunan Kebijakan PSDA Provinsi memang harus dilaksanakan dengan mengacu kepada Jaknas PSDA.
“Berdasarkan amanat Peraturan Pemerintah No. 42/2008 tentang Pengelolaan SDA, dimana tidak harus dikemas dalam suatu jilid khusus berjudul Kebijakan PSDA Provinsi, namun boleh juga menjadi bagian dari kebijakan pembangunan provinsi. Dan yang menyusunnya adalah Dewan SDA Provinsi yang bersangkutan,” kata Imam.
Lebih lanjut Imam Anshori menyampaikan, pada saat penyusunannya memang ada keinginan dimana dalam ketetapi hal tersebut masih cukup sulit dilaksanakan. Pasalnya, berbagai data yang ada pada saat itu masih berbeda-beda dan belum klop dari instansi-instansi terkait pengelolaan SDA.
Hal tersebut apabila dipakai, maka dikhawatirkan rumusan kebijakannya bisa menjadi keliru. “Sehingga pada waktu itu penyusunannya berangkat dari rumusan permasalahan yang bersifat generik atau umum, karena itu kebijakannyapun generik yang dapat menjadi acuan dalam penyusunan kebijakan tingkat provinsi. Pada tingkat provinsi inilah Kebijakan PSDA-nya bisa menjadi lebih spesifik,” ungkapnya.
Namun demikian, Imam Anshori menambahkan, ke depan setelah Jaknas PSDA ini berjalan sekurang kurangnya selama lima tahun, maka bisa dilakukan penyempurnaan-penyempurnaannya kembali. “Karena itu, dari sekarang telah ada studi PSDA di Pulau Jawa yang diprakarsai BAPPENAS dan Kementerian PU. Mudah-mudahan setelah itu, untuk pulau-pulau yang lain akan dilakukan hal serupa sehingga Jaknas PSDA ke depannya sudah berbicara pulau per pulau,” tuturnya.
Terkait dengan budidaya ikan dengan menggunakan keramba apung atau jala apung di waduk/danau/situ, menurut Imam Anshori, memang disadari dampak yang ditimbulkannya bisa mencemari perairan yang bersangkutan apabila tidak dikendalikan. “Memang ikan merupakan sumber pangan. Namun, di salah satu strategi dalam Perpres disebutkan bahwa hal tersebut sangat berkaitan dengan masalah pencemaran.
Oleh karenanya, perikanan jaring apung dan keramba apung di waduk/danau/situ perlu dikendalikan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung perairan tersebut berdasarkan kajian-kajian yang dilaksanakan. Dan sedapat mungkin, hal ini nantinya keluar di setiap Kebijakan PSDA Provinsi,” jelas Imam. Mengenai alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit yang dikhawatirkan mengganggu tempat sebagai penyangga air, menurut Imam Anshori, memang di Perpres No. 33/2011 ini tidak berbicara spesifik mengenai alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit.
Sekretaris Dewan SDA Nasional menyatakan, bahwa kelompok sasaran yang diselenggarakan oleh Sekretariat Dewan SDA Nasional pada tahun lalu diperuntukan bagi peserta dari unsur Bappeda provinsi dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang membidangi sumber daya air dan kehutanan. Sedangkan kelompok sasaran sosialsiasi yang diselenggarakan Sekretariat Dewan SDA Nasional pada tahun ini, diutamakan untuk SKPD provinsi yang membidangi pertanian, lingkungan hidup serta beberapa kabupaten yang wilayahnya terdapat Wilayah Sungai (WS) dalam satu kabupaten/kota.
“Umpamanya saja, Kabupaten Kota Baru - Provinsi Kalimantan Selatan dan Kabupaten Ketapang - Provinsi Kalimantan Barat. Selain itu Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai tempat penyelenggaraan sosialisasi disediakan undangan peserta lebih banyak yaitu semua SKPD yang terkait dengan pengelolaan SDA,” ujarnya.
Menurut Sekretaris Dewan SDA Nasional, air sebagai sumber kehidupan berpotensi sangat besar dan sangat penting bagi kelangsungan hidup setiap individu, kelompok, desa, kota, kabupaten, provinsi bahkan negara. “Air meiliki kekuatan sangat besar yang dapat menjadi pengerak untuk memperbaiki kehidupan sosial, budaya, dan perekonomian suatu bangsa serta menjamin kelangsungan lingkungan hidupnya sendiri,” tuturnya.
Oleh karena itu, Sekretaris Dewan SDA Nasional menyebutkan, bahwa ketersediaan air menjadi salah satu prasyarat dalam pemenuhan kebutuhan pangan, kesehatan, dan sandang, serta kebutuhan papan. Meskipun saat ini Indonesia masih belum sepenuhnya memberi hak dasar rakyatnya atas air bersih apalagi air minum, tetapi telah bertekad mencatatkan diri sebagai salah satu negara yang ikut ambil bagian dalam pencapaian target Millenium Development Goal’s (MDGs).
“Sangatlah tepat bahwa negara kita harus menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi pemunuhan kebutuhan pokok minimal sehari hari guna memperoleh kehidupan yang sehat bersih dan produktif, sebagaimana telah diamanatkan dalam Pasal 5 UU No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air,” papar Sekretaris Dewan SDA Nasional.
Kebijakan PSDA Provinsi
Sementera itu dalam diskusi “Pengantar Jaknas PSDA” yang disampaikan Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional, Ir. Imam Anshori, MT menjelaskan, bahwa penyusunan Kebijakan PSDA Provinsi memang harus dilaksanakan dengan mengacu kepada Jaknas PSDA.
“Berdasarkan amanat Peraturan Pemerintah No. 42/2008 tentang Pengelolaan SDA, dimana tidak harus dikemas dalam suatu jilid khusus berjudul Kebijakan PSDA Provinsi, namun boleh juga menjadi bagian dari kebijakan pembangunan provinsi. Dan yang menyusunnya adalah Dewan SDA Provinsi yang bersangkutan,” kata Imam.
Lebih lanjut Imam Anshori menyampaikan, pada saat penyusunannya memang ada keinginan dimana dalam ketetapi hal tersebut masih cukup sulit dilaksanakan. Pasalnya, berbagai data yang ada pada saat itu masih berbeda-beda dan belum klop dari instansi-instansi terkait pengelolaan SDA.
Hal tersebut apabila dipakai, maka dikhawatirkan rumusan kebijakannya bisa menjadi keliru. “Sehingga pada waktu itu penyusunannya berangkat dari rumusan permasalahan yang bersifat generik atau umum, karena itu kebijakannyapun generik yang dapat menjadi acuan dalam penyusunan kebijakan tingkat provinsi. Pada tingkat provinsi inilah Kebijakan PSDA-nya bisa menjadi lebih spesifik,” ungkapnya.
Namun demikian, Imam Anshori menambahkan, ke depan setelah Jaknas PSDA ini berjalan sekurang kurangnya selama lima tahun, maka bisa dilakukan penyempurnaan-penyempurnaannya kembali. “Karena itu, dari sekarang telah ada studi PSDA di Pulau Jawa yang diprakarsai BAPPENAS dan Kementerian PU. Mudah-mudahan setelah itu, untuk pulau-pulau yang lain akan dilakukan hal serupa sehingga Jaknas PSDA ke depannya sudah berbicara pulau per pulau,” tuturnya.
Terkait dengan budidaya ikan dengan menggunakan keramba apung atau jala apung di waduk/danau/situ, menurut Imam Anshori, memang disadari dampak yang ditimbulkannya bisa mencemari perairan yang bersangkutan apabila tidak dikendalikan. “Memang ikan merupakan sumber pangan. Namun, di salah satu strategi dalam Perpres disebutkan bahwa hal tersebut sangat berkaitan dengan masalah pencemaran.
Oleh karenanya, perikanan jaring apung dan keramba apung di waduk/danau/situ perlu dikendalikan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung perairan tersebut berdasarkan kajian-kajian yang dilaksanakan. Dan sedapat mungkin, hal ini nantinya keluar di setiap Kebijakan PSDA Provinsi,” jelas Imam. Mengenai alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit yang dikhawatirkan mengganggu tempat sebagai penyangga air, menurut Imam Anshori, memang di Perpres No. 33/2011 ini tidak berbicara spesifik mengenai alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit.
sumber : http://ampl.or.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar